NAMA :
INDIRA SARI HANANTO
NPM :
13211582
KELAS :
4 EA 25
KELOMPOK 3
CONTOH KASUS BISNIS AMORAL
Contoh kasus bisnis amoral antara lain seperti sogok, suap, kolusi, monopoli, dan nepotisme
Contoh 1 :
Uang Rp 2 Miliar Diduga untuk Sogok CPNS
BENGKULU – Kasus temuan uang Rp 2 miliar —setelah dihitung berjumlah
Rp 1,99 miliar— di Kota Bengkulu menjadi pembicaraan hangat. Karena belum ada
penjelasan resmi dari Polda Bengkulu, kasus ini memunculkan beragam spekulasi
dan motif. Seperti diberitakan koran ini kemarin, tumpukan uang miliaran tersebut
ditemukan oleh polisi di dalam mobil Daihatsu Xenia Nopol BD 1668 EZ yang
terpakir persis di depan pintu kamar 107 Hotel Nala Sea Side Pantai Panjang. Uang
tersimpan di dalam koper warna hitam.
Siapa pemilik uang sebanyak itu? Informasi yang berhasil
digali RB, uang tersebut dibawa oleh matan BKD Kabupaten Musi Rawas Utara
(Muratara), MR, yang juga merangkap Kabag Hukum Muratara. Uang tersebut dibawa oleh MR
dari Muratara dengan menumpangi mobil Isuzu Panther Nopol BG 44 Q. MR berangkat ke
Bengkulu bersama temannya, IH yang bekerja swasta. IH ini pernah menjadi
anggota salah satu PPK di Lubuk Linggau. Menurut sumber RB, IH ini sebenarnya
tidak terkait dengan uang Rp 2 miliar tersebut. Dia ikut ke Bengkulu lebih
karena hubungan pertemanan dengan MR.
MR dan IH hingga kemarin masih menjalani pemeriksaan
intensif di Polda Bengkulu. Selain kedua orang tersebut, Polda Bengkulu juga
memeriksa satu anggota Brimob Polda Metro Jaya, Brigpol. MN dan anggota Polda
Bengkulu, Aipda. HE. Sejauh ini, status hukum 4 orang tersebut masih
terperiksa.
Sempat beredar informasi bahwa uang Rp 2 miliar tersebut
dibawa dari Jakarta. Namun beberapa sumber RB membantahnya. Uang itu memang
dibawa dari Muara Rupit, ibu kota Kabupaten Muratara. Dari Kota Lubuk Linggau,
lokasi ibukota Muratara ini berjarak sekitar 60 KM atau 1 jam perjalanan.
Keterangan narasumber RB ini cukup masuk akal. Sebab, membawa uang tunai
sebanyak itu via pesawat udara pasti akan terlacak dalam pemeriksaan X-Ray di Bandara. Kasus Walikota Palembang
Romi Herton juga terungkap, salah satunya karena uang suap untuk Akil Mochtar
ketika itu terdeteksi X-Ray di Bandara.
Lalu untuk apa uang Rp 2 miliar tersebut?
Berdasarkan informasi yang dihimpun RB, ada dugaan uang tersebut untuk sogok
CPNS. Dugaan ini cukup beralasan, mengingat saat ini memang sedang musim
pendaftaran tes CPNS, di mana calo-calo bergentayangan mencari mangsa. Dugaan
lain, uang tersebut bermotif politik yakni terkait Pilkada Muratara. Apalagi, Caretaker
Bupati Muratara saat ini, Akisropi yang juga mantan Sekda Kota Lubuk Linggau
(saat Walikota Riduan Effendi), disebut-sebut akan mencalon Pilbup Muratara
tahun depan. Soal motif politik ini, sempat ada pula yang mengaitkan dengan
Pilgub Bengkulu 2015.
Namun dari dua dugaan tersebut (sogok CPNS dan terkait
pencalonan Pilkada), dari hasil penelusuran RB, diperkuat juga keterangan
beberapa sumber, temuan uang Rp 2 miliar ini lebih condong mengarah ke dugaan
sogok CPNS. Sasarannya adalah pejabat di salah satu instansi pemerintah pusat.
Hanya saja, belum sempat uang dibawa ke Jakarta, sudah keburu tertangkap di
Kota Bengkulu.
Bila dugaan ini memang benar, ini berarti sistem CAT
(Computer Asisted Test) yang dipakai pada tes CPNS mulai tahun ini, masih memiliki
“lubang” untuk melakukan KKN. Dugaan mengarah ke motif Pilkada agak lemah,
karena jadwal Pilkada —baik Pilbup Muratara maupun Pilgub Bengkulu— masih
setahun lagi.
Akan Dibawa ke Jakarta
Dugaan bahwa uang Rp 2 miliar tersebut untuk sogok CPNS,
diperkuat adanya keterlibatan aparat dari Jakarta yang datang ke Bengkulu yakni
oknum anggota Brimob Polda Metro Jaya, Bripol. MN. Informasi yang diperoleh RB,
Brigpol MN ini berperan untuk menjaga uang tersebut dari Bengkulu ke Jakarta
via darat.
Sejak menguatnya peran dan kewenangan PPATK (Pusat
Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan), modus penyerahan uang sogok secara
tunai memang menjadi pilihan paling aman. Penyerahan uang Rp 2 miliar tersebut
via transfer atau setoran bank sebenarnya bisa diakali juga dengan
dipecah-pecah dalam waktu pengiriman yang berbeda. Namun pola tersebut tetap
saja terlacak oleh PPATK. Oleh karena itu, modus penyetoran secara tunai
merupakan pilihan paling aman.
Kenapa via darat? Setelah kasus Walikota Palembang Romi
Herton mencuat, banyak orang mikir-mikir membawa uang tunai dalam jumlah besar.
Selain akan terlacak oleh pemeriksaan X-Ray di Bandara, temuan uang dalam
jumlah tidak wajar itu juga bisa dilaporkan ke KPK. Dalam kasus Romi Herton,
uang suap Rp 2 miliar yang dibawa oleh Sekda Kota Palembang, Ucok Hidayat,
terdeteksi oleh X-Ray dan sempat dihentikan dan ditanya oleh operator X-Ray
Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang.
Membawa uang dalam jumlah besar via darat sudah barang
tentu membutuhkan pengamanan. Dari Muratara – Kota Bengkulu, uang tersebut
dikawal oleh anggota Polda Bengkulu Aipda HE. Sedangkan dari Bengkulu –
Jakarta, pengamanan uang tersebut akan diserahkan kepada anggota Brimob Polda
Metrojaya Jakarta, Brigpol MN. Namun kebenaran analisa ini baru akan terungkap
setelah pihak Polda Bengkulu memberi keterangan resmi terkait kasus temuan uang
Rp 2 miliar tersebut.
Kapolda Batal Konferensi Pers
Plt Kabid Humas Polda Bengkulu, AKBP. Joko
Suprayitno mengatakan semua kemungkinan bisa terjadi. “Semua dugaan-dugaan yang
ada di dalami. Perampokan, CPNS, korupsi, gratifikasi, semuanya didalami,” kata
mantan Kapolres Bengkulu itu.
Kepada wartawan, Joko Suprayitno mengatakan Dit Reskrimum
dan Bid Propam Polda Bengkulu masih melakukan pemeriksaan secara intensif
terhadap keempat orang yang diamankan tersebut. “Tentu semua itu (pemeriksaan,
red) memerlukan proses kami membutuhkan koordinasi lintas sektoral dalam rangka
mengungkap titik terang tersebut,” ujar Joko dalam keterangan persnya.
Kapolda Bengkulu Brigjen Pol Drs. Tatang Somantri,
MH semula direncanakan memberi keterangan pers kemarin terkait kasus temuan
uang Rp 2 miliar di Hotel Nala Sea Side Pantai Panjang. Namun konferensi pers
Kapolda batal.
Menurut Joko, Kapolda baru akan memberi keterangan
pers Senin (15/9) besok. “Nanti untuk lebih jelasnya akan dijelaskan oleh Bapak
Kapolda pada Senin (15/9), karena kami tidak ingin menyampaikan terlalu dini
yang belum jelas, takutnya nanti salah,” kata Joko.
Plt Kabid Propam, AKBP Drs. Supriadi menambahkan terkait
dua oknum anggota Polri yang ikut diamankan pihaknya masih terus melakukan
pendalaman. Apakah dua anggota tersebut terlibat atau tidak. “Sekarang ini kita
belum bisa memastikan bahwa anggota bermasalah, tidak. Karena sekarang dalam
tahap proses penyelidikan oleh Direktorat Reskrimsus, Direktorat Reskrimum, dan
Bid Propam,” ujarnya.
Dijelaskan Supriadi, oknum anggota Brimob Polda Metro
Jaya tersebut sejauh ini pihaknya masih melihat apakah dalam menjalankan tugas
ada surat tugas resmi dari kantor atau tidak. Dari pengakuan sementara dari
Brigpol MN, ia mengaku ada pemberitahuan lisan. “Ini lagi didalami penyidik,”
pungkasnya.
Supriadi juga mengatakan sejauh ini yang diamankan selain
uang tunai tersebut juga turut diamankan dua senjata api (senpi) milik dua
anggota, serta senjata jenis softgun milik dua warga sipil tersebut. “Nanti
akan kita lihat apakah ada izin dari pimpinannya atau tidak, itu sanksi
disiplin, kan tidak melakukan kejahatan misalnya perampokan atau lainnya,”
ungkapnya.
Pemda Muratara Tak Tahu
Terpisah, Kabag Humas dan Protokol Pemda Musirawas Utara
(Muratara), Sunardin ketika dikonfirmasi RB via handphone tadi malam mengatakan
pihaknya sudah mendapat informasi terkait adanya oknum PNS Muratara yang
diamankan Polda Bengkulu. Menurut Sunardin, pihaknya tidak mengetahui apa
tujuan MR membawa uang dalam jumlah banyak tersebut. Bahkan pihaknya juga tak
mengetahui jika MR berada di Bengkulu lantaran memang dari MR tak ada
pemberitahuan baik secara lisan maupun secara tertulis. “Kami di Palembang
sekarang. Baru dapat info dari koran. Dio itu perintah dak katek (tak ada
perintah), melapor tidak,” ujar Sunardin dalam bahasa daerahnya.
Ditambahkan Sunardin, terkait dengan adanya indikasi suap
dari CPNS di lingkungan Pemkab Muratara, menurutnya pihaknya tak mengetahui hal
tersebut. Dikatakannya, andai itu benar maka sepenuhnya tanggung jawab MH.
“Silakan proses kepolisian, apo pengakuan dio, kan sekarang kan belum tahu,”
katanya. (zie)
Resume menurut pendapat saya :
Kasus sogok CPNS yang terjadi diatas seharusnya pihak
yang berkepentingan dalam penyeleksian CPNS memperketat pengawasan agar tidak
terulang kasus seperti ini kembali. Dan sistem CAT (Computer Asisted Test) yang
dipakai pada tes CPNS juga lebih dijaga agar tidak terjadi kasus sogok pada
pemilihan CPNS
SUMBER :
Contoh kasus 2 :
Kejahatan Nepotisme di Balik Kasus Ratu Atut
Jaksa
Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut Ratu Atut Chosiyah dengan hukuman 10
tahun penjara, dan tambah membayar denda sebesar Rp 250 juta subsider kurungan
lima bulan. Selain itu hak politik Atut, dipilih maupun memilih dicabut.
Hukuman tersebut tergolong ringan mengingat kejahatan Atut sudah demikian
parah, terstruktur, sistematis, dan massif atau disingkat TSM.
Hukuman
10 tahun didasarkan pada kasus suap yang terjadi di Lebak. Kasus ini menyeret
pula Akil Muchtar yang sudah divonis 20 tahun, dan juga adik Atut, Tubagus
Chaeri Wardana alias Wawan yang divonis 5 tahun. Kasus lainnya yang menimpa
Atut adalah Korupsi Pengadaan Alat Kesehatan di Provinsi Banten. Dan ada juga
kasus dana hibah dan bansos yang sudah sering diumbar oleh LSM-LSM di Banten,
namun sama sekali belum tersentuh KPK.
Seperti
yang sudah dijelaskan kejahatan korupsi yang dilakukan oleh Atut dan
Keluarganya mengandung TSM. Terstruktur; Semua proyek-proyek besar pemerintahan
sudah diatur dengan rapih dikuasai oleh keluarga Atut. Sistematis;teratur
menurut sistem yang benar, tetapi kenyataannya aturan tersebut hanya sekedar
kamuflase, Misalnya, Jika ada satu proyek besar di Banten, ada 25 perusahaan
yang ikut lelang. setengah dari 25 perusahaan adalah perusahaan milik keluarga
Atut. Jadi sudah dipastikan perusahaan keluarga Atut yang memenangkan lelang
tersebut. Massif; Hampir semua proyek yang ada di
Banten dikuasai oleh keluarga Atut. Hal itu wajar karena keluarga Atut juga
menguasai elit-elit birokrasi di pemerintahan di Banten.
Kejahatan
Atut dan keluarganya mungkin saja sudah terkuak, walaupun belum semuanya
terselesaikan. Lalu bagaimana dengan kasus kejahatan korupsi yang menimpa
keluarga lainnya masih banyak yang belum terungkap. Syukur salah satunya
sudah terungkap, yakni korupsi yang menimpa bupati Karawang dan istrinya. Hal
ini juga merupakan tugas KPK yang sangat berat. Hanya saja peran KPK saat ini
masih kurang maksimal dalam pemberantasan korupsi. KPK harus lebih sanggar lagi
untuk pemerintahan yang akan datang.
Kejahatan
yang dilakukan secara berjamaah oleh kolega dan keluarga seperti yang dilakukan
oleh keluarga Atut di Banten, dimana keluarga Atut menguasai semua proyek dan
jabatan di pemerintahan yang ada di Banten adalah kejahatan Nepotisme.
Kejahatan nepotisme yang dilakukan keluarga Atut tak ubahnya sama yang terjadi
dengan keluarga Suharto dulu, dimana seluruh anak-anak Suharto dan istrinya
menjadi anggota DPR, disamping merangkap sebagai pengusaha kakap.
Kini
kejahatan nepotisme seperti itu hampir bermunculan di tiap daerah. Mau dibawa
kemana negeri ini? Jika negara diurus dan dikuasai oleh sekelompok orang. KPK
sebagai pemegang otoritas tertinggi dalam pemberantasan korupsi harus mengatur
hal-hal yang berkaitan dengan nepotisme bukan hanya urusan-urusan dengan kaitannya
dengan gratifikasi saja.
Memutuskan
kejahatan nepotisme bukan perkara mudah, tetapi segala usaha dan cara
mesti kita coba. Ini bukan saja saja tugas KPK tetapi juga tugas seluruh warga
negara Indonesia untuk saling membagi saran dan ide tentang hal cara-cara
menghentikan kejahatan nepotisme. Amin\
Resume menurut pendapat saya :
Menurut pendapat saya mengenasi kasus nepotisme diatas
KPK sebagai pemegang otoritas tertinggi dalam
pemberantasan korupsi harus mengatur hal-hal yang berkaitan dengan nepotisme
agar kejadian diatas tidak terluang dan sebaiknya yang melakukan kejahatan juga
diberi sanksi yang sesuai atas apa yang dilakukannya.
SUMBER :
http://hukum.kompasiana.com/2014/08/13/kejahatan-nepotisme-di-balik-kasus-ratu-atut-679821.html