Senin, 03 November 2014

TUGAS SOFTSKILL ETIKA BISNIS (MINGGU 2)

NAMA            : INDIRA SARI HANANTO
NPM               : 13211582

KELAS           : 4 EA 25

KELOMPOK 3

CONTOH KASUS BISNIS AMORAL

Contoh kasus bisnis amoral antara lain seperti sogok, suap, kolusi, monopoli, dan nepotisme

Contoh 1 :

Uang Rp 2 Miliar Diduga untuk Sogok CPNS

BENGKULU – Kasus temuan uang Rp 2 miliar —setelah dihitung berjumlah Rp 1,99 miliar— di Kota Bengkulu menjadi pembicaraan hangat. Karena belum ada penjelasan resmi dari Polda Bengkulu, kasus ini memunculkan beragam spekulasi dan motif. Seperti diberitakan koran ini kemarin, tumpukan uang miliaran tersebut ditemukan oleh polisi di dalam mobil Daihatsu Xenia Nopol BD 1668 EZ yang terpakir persis di depan pintu kamar 107 Hotel Nala Sea Side Pantai Panjang. Uang tersimpan di dalam koper warna hitam.
Siapa pemilik uang sebanyak itu? Informasi yang berhasil digali RB, uang tersebut dibawa oleh matan BKD Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara), MR, yang juga merangkap Kabag Hukum Muratara. Uang tersebut dibawa oleh MR dari Muratara dengan menumpangi mobil Isuzu Panther Nopol BG 44 Q. MR berangkat ke Bengkulu bersama temannya, IH yang bekerja swasta. IH ini pernah menjadi anggota salah satu PPK di Lubuk Linggau. Menurut sumber RB, IH ini sebenarnya tidak terkait dengan uang Rp 2 miliar tersebut. Dia ikut ke Bengkulu lebih karena hubungan pertemanan dengan MR.
MR dan IH hingga kemarin masih menjalani pemeriksaan intensif di Polda Bengkulu. Selain kedua orang tersebut, Polda Bengkulu juga memeriksa satu anggota Brimob Polda Metro Jaya, Brigpol. MN dan anggota Polda Bengkulu, Aipda. HE. Sejauh ini, status hukum 4 orang tersebut masih terperiksa.
Sempat beredar informasi bahwa uang Rp 2 miliar tersebut dibawa dari Jakarta. Namun beberapa sumber RB membantahnya. Uang itu memang dibawa dari Muara Rupit, ibu kota Kabupaten Muratara. Dari Kota Lubuk Linggau, lokasi ibukota Muratara ini berjarak sekitar 60 KM atau 1 jam perjalanan. Keterangan narasumber RB ini cukup masuk akal. Sebab, membawa uang tunai sebanyak itu via pesawat udara pasti akan terlacak dalam pemeriksaan X-Ray di Bandara. Kasus Walikota Palembang Romi Herton juga terungkap, salah satunya karena uang suap untuk Akil Mochtar ketika itu terdeteksi X-Ray di Bandara.
 Lalu untuk apa uang Rp 2 miliar tersebut? Berdasarkan informasi yang dihimpun RB, ada dugaan uang tersebut untuk sogok CPNS. Dugaan ini cukup beralasan, mengingat saat ini memang sedang musim pendaftaran tes CPNS, di mana calo-calo bergentayangan mencari mangsa. Dugaan lain, uang tersebut bermotif politik yakni terkait Pilkada Muratara. Apalagi, Caretaker Bupati Muratara saat ini, Akisropi yang juga mantan Sekda Kota Lubuk Linggau (saat Walikota Riduan Effendi), disebut-sebut akan mencalon Pilbup Muratara tahun depan. Soal motif politik ini, sempat ada pula yang mengaitkan dengan Pilgub Bengkulu 2015.
Namun dari dua dugaan tersebut (sogok CPNS dan terkait pencalonan Pilkada), dari hasil penelusuran RB, diperkuat juga keterangan beberapa sumber, temuan uang Rp 2 miliar ini lebih condong mengarah ke dugaan sogok CPNS. Sasarannya adalah pejabat di salah satu instansi pemerintah pusat. Hanya saja, belum sempat uang dibawa ke Jakarta, sudah keburu tertangkap di Kota Bengkulu.
Bila dugaan ini memang benar, ini berarti sistem CAT (Computer Asisted Test) yang dipakai pada tes CPNS mulai tahun ini, masih memiliki “lubang” untuk melakukan KKN. Dugaan mengarah ke motif Pilkada agak lemah, karena jadwal Pilkada —baik Pilbup Muratara maupun Pilgub Bengkulu— masih setahun lagi.
Akan Dibawa ke Jakarta
Dugaan bahwa uang Rp 2 miliar tersebut untuk sogok CPNS, diperkuat adanya keterlibatan aparat dari Jakarta yang datang ke Bengkulu yakni oknum anggota Brimob Polda Metro Jaya, Bripol. MN. Informasi yang diperoleh RB, Brigpol MN ini berperan untuk menjaga uang tersebut dari Bengkulu ke Jakarta via darat.
 Sejak menguatnya peran dan kewenangan PPATK (Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan), modus penyerahan uang sogok secara tunai memang menjadi pilihan paling aman. Penyerahan uang Rp 2 miliar tersebut via transfer atau setoran bank sebenarnya bisa diakali juga dengan dipecah-pecah dalam waktu pengiriman yang berbeda. Namun pola tersebut tetap saja terlacak oleh PPATK. Oleh karena itu, modus penyetoran secara tunai merupakan pilihan paling aman.
Kenapa via darat? Setelah kasus Walikota Palembang Romi Herton mencuat, banyak orang mikir-mikir membawa uang tunai dalam jumlah besar. Selain akan terlacak oleh pemeriksaan X-Ray di Bandara, temuan uang dalam jumlah tidak wajar itu juga bisa dilaporkan ke KPK. Dalam kasus Romi Herton, uang suap Rp 2 miliar yang dibawa oleh Sekda Kota Palembang, Ucok Hidayat, terdeteksi oleh X-Ray dan sempat dihentikan dan ditanya oleh operator X-Ray Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang.
Membawa uang dalam jumlah besar via darat sudah barang tentu membutuhkan pengamanan. Dari Muratara – Kota Bengkulu, uang tersebut dikawal oleh anggota Polda Bengkulu Aipda HE. Sedangkan dari Bengkulu – Jakarta, pengamanan uang tersebut akan diserahkan kepada anggota Brimob Polda Metrojaya Jakarta, Brigpol MN. Namun kebenaran analisa ini baru akan terungkap setelah pihak Polda Bengkulu memberi keterangan resmi terkait kasus temuan uang Rp 2 miliar tersebut.
Kapolda Batal Konferensi Pers
 Plt Kabid Humas Polda Bengkulu, AKBP. Joko Suprayitno mengatakan semua kemungkinan bisa terjadi. “Semua dugaan-dugaan yang ada di dalami. Perampokan, CPNS, korupsi, gratifikasi, semuanya didalami,” kata mantan Kapolres Bengkulu itu.
Kepada wartawan, Joko Suprayitno mengatakan Dit Reskrimum dan Bid Propam Polda Bengkulu masih melakukan pemeriksaan secara intensif terhadap keempat orang yang diamankan tersebut. “Tentu semua itu (pemeriksaan, red) memerlukan proses kami membutuhkan koordinasi lintas sektoral dalam rangka mengungkap titik terang tersebut,” ujar Joko dalam keterangan persnya.
 Kapolda Bengkulu Brigjen Pol Drs. Tatang Somantri, MH semula direncanakan memberi keterangan pers kemarin terkait kasus temuan uang Rp 2 miliar di Hotel Nala Sea Side Pantai Panjang. Namun konferensi pers Kapolda batal.
 Menurut Joko, Kapolda baru akan memberi keterangan pers Senin (15/9) besok. “Nanti untuk lebih jelasnya akan dijelaskan oleh Bapak Kapolda pada Senin (15/9), karena kami tidak ingin menyampaikan terlalu dini yang belum jelas, takutnya nanti salah,” kata Joko.
Plt Kabid Propam, AKBP Drs. Supriadi menambahkan terkait dua oknum anggota Polri yang ikut diamankan pihaknya masih terus melakukan pendalaman. Apakah dua anggota tersebut terlibat atau tidak. “Sekarang ini kita belum bisa memastikan bahwa anggota bermasalah, tidak. Karena sekarang dalam tahap proses penyelidikan oleh Direktorat Reskrimsus, Direktorat Reskrimum, dan Bid Propam,” ujarnya.
Dijelaskan Supriadi, oknum anggota Brimob Polda Metro Jaya tersebut sejauh ini pihaknya masih melihat apakah dalam menjalankan tugas ada surat tugas resmi dari kantor atau tidak. Dari pengakuan sementara dari Brigpol MN, ia mengaku ada pemberitahuan lisan. “Ini lagi didalami penyidik,” pungkasnya.
Supriadi juga mengatakan sejauh ini yang diamankan selain uang tunai tersebut juga turut diamankan dua senjata api (senpi) milik dua anggota, serta senjata jenis softgun milik dua warga sipil tersebut. “Nanti akan kita lihat apakah ada izin dari pimpinannya atau tidak, itu sanksi disiplin, kan tidak melakukan kejahatan misalnya perampokan atau lainnya,” ungkapnya.
Pemda Muratara Tak Tahu
Terpisah, Kabag Humas dan Protokol Pemda Musirawas Utara (Muratara), Sunardin ketika dikonfirmasi RB via handphone tadi malam mengatakan pihaknya sudah mendapat informasi terkait adanya oknum PNS Muratara yang diamankan Polda Bengkulu. Menurut Sunardin, pihaknya tidak mengetahui apa tujuan MR membawa uang dalam jumlah banyak tersebut. Bahkan pihaknya juga tak mengetahui jika MR berada di Bengkulu lantaran memang dari MR tak ada pemberitahuan baik secara lisan maupun secara tertulis. “Kami di Palembang sekarang. Baru dapat info dari koran. Dio itu perintah dak katek (tak ada perintah), melapor tidak,” ujar Sunardin dalam bahasa daerahnya.
Ditambahkan Sunardin, terkait dengan adanya indikasi suap dari CPNS di lingkungan Pemkab Muratara, menurutnya pihaknya tak mengetahui hal tersebut. Dikatakannya, andai itu benar maka sepenuhnya tanggung jawab MH. “Silakan proses kepolisian, apo pengakuan dio, kan sekarang kan belum tahu,” katanya. (zie)
Resume menurut pendapat saya :
Kasus sogok CPNS yang terjadi diatas seharusnya pihak yang berkepentingan dalam penyeleksian CPNS memperketat pengawasan agar tidak terulang kasus seperti ini kembali. Dan sistem CAT (Computer Asisted Test) yang dipakai pada tes CPNS juga lebih dijaga agar tidak terjadi kasus sogok pada pemilihan CPNS
SUMBER :



Contoh kasus 2 :

Kejahatan Nepotisme di Balik Kasus Ratu Atut


Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut Ratu Atut Chosiyah dengan hukuman 10 tahun penjara, dan tambah membayar denda sebesar Rp 250 juta subsider kurungan lima bulan. Selain itu hak politik Atut, dipilih maupun memilih dicabut. Hukuman tersebut tergolong ringan mengingat kejahatan Atut sudah demikian parah, terstruktur, sistematis, dan massif atau disingkat TSM.
Hukuman 10 tahun didasarkan pada kasus suap yang terjadi di Lebak. Kasus ini menyeret pula Akil Muchtar yang sudah divonis 20 tahun, dan juga adik Atut, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan yang divonis 5 tahun. Kasus lainnya yang menimpa Atut adalah Korupsi Pengadaan Alat Kesehatan di Provinsi Banten. Dan ada juga kasus dana hibah dan bansos yang sudah sering diumbar oleh LSM-LSM di Banten, namun sama sekali belum tersentuh KPK.
Seperti yang sudah dijelaskan kejahatan korupsi yang dilakukan oleh Atut dan Keluarganya mengandung TSM. Terstruktur; Semua proyek-proyek besar pemerintahan sudah diatur dengan rapih dikuasai oleh keluarga Atut. Sistematis;teratur menurut sistem yang benar, tetapi kenyataannya aturan tersebut hanya sekedar kamuflase, Misalnya, Jika ada satu proyek besar di Banten, ada 25 perusahaan yang ikut lelang. setengah dari 25 perusahaan adalah perusahaan milik keluarga Atut. Jadi sudah dipastikan perusahaan keluarga Atut yang memenangkan lelang tersebut. Massif; Hampir semua proyek yang ada di Banten dikuasai oleh keluarga Atut. Hal itu wajar karena keluarga Atut juga menguasai elit-elit birokrasi di pemerintahan di Banten.
Kejahatan Atut dan keluarganya mungkin saja sudah terkuak, walaupun belum semuanya terselesaikan. Lalu bagaimana dengan kasus kejahatan korupsi yang menimpa keluarga lainnya masih banyak yang  belum terungkap. Syukur salah satunya sudah terungkap, yakni korupsi yang menimpa bupati Karawang dan istrinya. Hal ini juga merupakan tugas KPK yang sangat berat. Hanya saja peran KPK saat ini masih kurang maksimal dalam pemberantasan korupsi. KPK harus lebih sanggar lagi untuk pemerintahan yang akan datang.
Kejahatan yang dilakukan secara berjamaah oleh kolega dan keluarga seperti yang dilakukan oleh keluarga Atut di Banten, dimana keluarga Atut menguasai semua proyek dan jabatan di pemerintahan yang ada di Banten adalah kejahatan Nepotisme. Kejahatan nepotisme yang dilakukan keluarga Atut tak ubahnya sama yang terjadi dengan keluarga Suharto dulu, dimana seluruh anak-anak Suharto dan istrinya menjadi anggota DPR, disamping merangkap sebagai pengusaha kakap.
Kini kejahatan nepotisme seperti itu hampir bermunculan di tiap daerah. Mau dibawa kemana negeri ini? Jika negara diurus dan dikuasai oleh sekelompok orang. KPK sebagai pemegang otoritas tertinggi dalam pemberantasan korupsi harus mengatur hal-hal yang berkaitan dengan nepotisme bukan hanya urusan-urusan dengan kaitannya dengan gratifikasi saja.
Memutuskan kejahatan nepotisme bukan perkara  mudah, tetapi segala usaha dan cara mesti kita coba. Ini bukan saja saja tugas KPK tetapi juga tugas seluruh warga negara Indonesia untuk saling membagi saran dan ide tentang hal cara-cara menghentikan kejahatan nepotisme. Amin\

Resume menurut pendapat saya :
Menurut pendapat saya mengenasi kasus nepotisme diatas KPK sebagai pemegang otoritas tertinggi dalam pemberantasan korupsi harus mengatur hal-hal yang berkaitan dengan nepotisme agar kejadian diatas tidak terluang dan sebaiknya yang melakukan kejahatan juga diberi sanksi yang sesuai atas apa yang dilakukannya.
SUMBER :
http://hukum.kompasiana.com/2014/08/13/kejahatan-nepotisme-di-balik-kasus-ratu-atut-679821.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar